Jumat, 01 Juni 2012

Bentuk Bentuk Rumah Nasional dan Global


1.      Rumah tradisional Aceh

Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110418140506.jpg



       Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).

2.      Sumatra Utara
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcClWSU2fi8_uXNOuCuZihrvLxMADzy4EodcRqyWWyhKOkoaZl589-G_on0kUsXd01NAnZKic3k-k4szXfRPvculuQP2o3ypK94lZHX73JSc9Vnh_8n-xTaIYutCQhZDSNG9W-Ji33BIo4/s400/rumah-adat-sumatra-utara.jpg
                   Gambar : Rumah Balai Batak Toba
Pada bidang seni rupa terutama menonjol hasil arsitektur rumah adapt, hasil seni pahat dan ukir, serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai variasi melalui bentuk dan ornament. Ada rumah Karo, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, disatu kelompok dan ada rumah Melayu serta Nias.
Umumnya bentuk bangunan rumah adapt pada kelompok pertama melambangkan ‘kerbau berdiri tegak’. Rumah Melayu menggambarkan bentuk ‘belalai gajah minum’, sedangkan rumah Nias terutama di selatan menggambarkan bentuk ‘perahu’.


3. Rumah Adat di Sumatera Barat
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110428135243.jpg















Gambar : Rumah Gadang

Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang, umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah Bagonjong ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tapi menggunakan pasak dari kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.
Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma. uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.


4. Rumah Adat Bangka Belitung
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110428155855.jpg

















Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur Melayu seperti yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera dan Malaka.
Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung kayu dengan material seperti kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang tumbuh dan mudah diperoleh di sekitar pemukiman.
Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi di mana sebagian atapnya miring, memiliki beranda di muka, serta bukaan banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu awal terdiri atas rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang ditanam dalam tanah. Berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan Bangka Belitung mengenal falsafah 9 tiang. Bangunan didirikan di atas 9 buah tiang, dengan tiang utama berada di tengah dan didirikan pertama kali. Atap ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya biasanya dibuat dari pelepah/kulit kayu atau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung Panjang biasanya karena ada penambahan bangunan di sisi bangunan yang ada sebelumnya, sedangkan Bubung Limas karena pengaruh dari Palembang.
Sebagian dari atap sisi bangunan dengan arsitektur ini terpancung. Selain pengaruh arsitektur Melayu ditemukan pula pengaruh arsitektur non-Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjang yang pada umumnya didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-Melayu lain datang dari arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu dengan bentuk lengkung.
Di Bangka Belitung pada umumnya terdapat beberapa macam jenis rumah antara lain adalah rumah panggung, rumah Limas dan rumah Rakit.


5. Rumah Adat Lampung
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110428144353.jpg

 

      Rumah tradisional adat Lampung memiliki kekhasan seperti berbentuk panggung, atap terbuat dari anyaman ilalang, terbuat dari kayu dikarenakan untuk menghindari serangan hewan dan lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal gempa dari jaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng Asia dan Australia, rumah ini biasa disebut dengan rumah sesat.Rumah Sesat berfungsi sebagai tempat pepung adat (musyawarah) para purwatin (penyimbang) antar marga. Rumah tersebut biasanya dilengkapi dengan jambat agung (tangga) atau lorong agung untuk masuk ke dalam rumah.
Di Lampung rumah tersebut juga dikenal dengan sebutan Sesat Balai Agung yang dilengkapi 3 payung masing-masing berwarna putih (lambang tingkat marga), kuning (tingkat kampung) dan merah (tingkat suku).
Adapun lambang Garuda pada rumah Sesat melambangkan marga Lampung. Rumah adat ini dibagi dalam beberapa bagian antara lain: Ijan Geladak, tangga masuk yang dilengkapi dengan atap yang disebut Rurung Agung, anjungan, serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil, Pusiban, ruang dalam tempat musyawarah resmi, Ruang Tetabuhan, tempat menyimpan alat musik tradisional Lampung yang dinamakan Talo Balak (kulintang), Ruang Gajah Merem, tempat istirahat bagi para penyeimbang.
Hal lain yang khas pada rumah Sesat ii adalah hiasan payung-payung besar di atapnya (rurung agung) yang berwarna putih, kuning dan merah sebagai simbol tingkat kepenyeimbang bagi masyarakat tradisional Lampung.


6. Rumah Adat Sumatera Selatan
Dalam hal Seni bangunan masyarakat Sumatera Selatan mengenal beberapa bentuk yang difungsikan sebagai bangunan tempat tinggal, musyawarah, ibadah dan bangunan lainnya. Bagi masyarakat yang tinggal di daratan kebanyakan menggunakan bangunan berkonsep panggung, seperti rumah limas dan rumah ulu. Sedangkan mereka yang tinggal di atas air disebur rumah rakit.
Rumah Limas adalah bangunan empat persegi panjang di atas panggung yang memiliki atap berbentuk limas dengan lantai yang berunduk. Masing- masing tinggi tiang rumah memiliki ketingian 1,5 – 2 meter dari permukaan tanah. Bahan bangunan yang digunakan dipilih jenis kayu yang bekualitas baik, seperti kayu petangan, kayu tembesu dan kayu merawan. Biasanya rumah limas menghadap ke barat yang menandakan rumah sang bangsawan.
Rumah Ulu adalah rumah berbentuk panggung. Bagaian tiap ruang rumah ini terbagi atas tida ruangan, yaitu ruang keluarga, ruang tamu dan ruang kamar tidur. Cirri khas dari rumah ini adalah tidak adanya dinding pembatas antara ruangan, tetapi hanya dibatasi dengan tirai yang disebut tambal sulam (terbuat dari kain warna-warni).
Rumah Rakit merupakan bangunan rumah tradisional yang memiliki fungsi sebagai tempat tinggal yang memiliki cirri khsa tersendiri. Jenis bangunan ini dibuat diatas rakit, yaitu susunan bamboo atau balok kayu yang diikat menjadi satu yang mempunyai bentuk bujur sangkar. Bangunan ini biasanya banyak ditemukan di sepanjang sungai Musi


7. Rumah Adat Bengkulu

Description: bubungan-lima-bengkulu-traditional-house.jpg
                        Gambar : Rumah Bubungan Lima
Bentuk dan struktur rumah penduduk amat ditentukan oleh faktor-faktor adat kebiasaan, ligkungan alam, dan kondisi masing-masing pemilik tempat tinggal. Rumah yang tumbuh di kota lebih banyak menunjukkan ciri daerah perkotaan, yaitu ukurannya rendah, memiliki banyak kamar, jendelanya besar dan memakai kaca, beratap seng atau genting, mempunyai sumur dan kakus, serta kebanyakan konstruksinya terbuat dari batu. Rumah-rumah ini terbuka terhadap segala perubahan yang menjurus pada perubahan bentuk bangunan yang lebih modern. Sedangkan rumah di daerah pedesaan bersifat statis, dalam arti bentuknya belum pernah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
Bentuk dan struktur rumah di daerah pedesaan sangat sederhana, meskipun demikian lebih menonjolkan seni ukir tradisional dibandingkan rumah di daerah perkotaan yang hamper tidak memiliki ukir-ukiran. Rumah-rumah tersebut merupakan rumah panggung berbentuk segi empat dan memanjang yang didirikan di atas tiang, dengan bahan pembuatan diambil dari alam sekitar, seperti kayu, bamboo, rotan, dan ijuk. Jenis rumah ini beratap daun, dan memiliki ‘garang’ yang merupakan bagian rumah yang terpisah antara badan rumah dan dapur. Pada bagian beranda terdapat anak beranda yang berfungsi sebagai tempat menginjakkan      kaki. Tangga rumah terbuat dari kayu menghadap ke depan dengan anak tangga berjumlah ganjil. Ukiran dan pahatan pada tangga disebut ‘ujung kangkung’. Bubungan atap rumah tempat tinggal di daerah pedesaan ada bermacam-macam, yaitu bubungan panjang, bubungan melintang, bubungan limas, bubungan trapezium, dan bubungan Sembilan. Pada bagian-bagian tertentu diukir dengan motif ragam hias ‘tebeng layar’. Atap rumah terbuat dari daun daunan, ijuk, bamboo, atau kayu durian, sedangkan dindingnya terbuat dari papan atau kulit kayu. Lantai rumah terdiri dari susunan papan atau bamboo yang diikat satu sama lain dengan menggunakan akar, rotan, atau ijuk. Untuk menghubungkan rangka bangunan tidak digunakan paku besi, tetapi menggunakan paku kayu (pasak).
Struktur rumah terdiri atas 3 bagian besar, yakni Penigo (beranda) sebagai tempat menerima tamu biasa; Penduhuak sebagai tempat menyimpan barang-barang dan pakaian; Dapur, sebagai tempat memasak dan berdiang; Andie-andie, sebagai tempat memberi pelajaran dan nasihat kepada anak-anak; serta Gang sebagai tempat mencuci kaki sebelum masuk ke dalam rumah. Di samping itu terdapat bagian-bagian rumah yang lain, seperti Hal atau Dihal, merupakan ruangan untuk tamu laki-laki yang dihormati; Hal tengah (ruang tengah), sebagai tempat duduk-duduk para wanita; Bilik (kamar tidur) yang terdiri dari beberapa kamar, dan merupakan tempat tidur keluarga pemilik rumah; Hal belakang (ruang belakang), yang berfungsi sebagai ruang makan dan tempat beristirahat; serta Garang, yang terbuat dari beberapa kayu atau bamboo sebagaitempat mencuci alat-alat rumah tangga dan lain-lain.Rumah adat, dalam arti rumah yang benar-benar berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara-upacara adapt, dapat dikatakan tidak ada. Menurut kebiasaan setempat, upacara-upacara adapt dapat diselenggarakan pada setiap rumah penduduk secara bergiliran.

8. Rumah Adat Riau
Description: http://asianwoman.files.wordpress.com/2009/09/selaso-jatuh-kembar1-riau.jpg?w=300&h=207
     Gambar: Rumah Melayu Selaso Jatuh kembar
Rumah orang melayu Riau dibangun di atas tiang-tiang penyangga untuk menghindari masuknya air serta menjaga agar hewan-hewan ternak tidak masuk ke dalam rumah. Pada rumah tinggal (yang disebut rumah bubung melayu, atau rumah belah bubung, atau rumah rabung), kolong rumah sering dipakai sebagai tempat bertukang di samping sebagai tempat penyimpanan alat-alat pertanian dan menangkap ikan. Kadang-kadang kolong rumah juga dapat dimanfaatkan untuk tempat bermain anak-anak.
Selain itu dikenal jenis-jenis rumah yang namanya didasarkan pada bentuk atapnya. Rumah yang beratap curam disebut ‘lipat pandan’, yang beratap agak landai disebut ‘lipat kajang’, sedangkan rumah dengan atap bersusun disebut disebut ‘atap layar atau ampar labu’. Rumah ini didirikan di atas tiang setinggi 1,50-2,40 meter, dan terdiri atas ruangan-ruangan yang disebut Selasar (ruang depan), rumah induk, telo dan penanggah. Selasar merupakan ruangan paling depan, biasanya berlantai lebih rendah daripada rumah induk dan dindingnya separuh terbuka. Selasar yang terpisah dari rumah induk dan letaknya menjorok jauh ke muka disebut Selasar Luar, yang bersambung dengan rumah induk tetapi tetapi lantainya lebih rendah dari lantai rumah induk disebut Selasar Jatuh, sedangkan Selasar yang bersatu dengan rumah induk disebut Selsar Dalam, yang fungsinya untuk menerima tamu-tamu terhormat. Selain itu terdapat Selasar yang terletak disamping rumah induk dan menempel pada dinding dari depan ke belakang, yang disebut Selasar Gajah Menyusur. Ruangan ini digunakan untuk tempat bermain anak-anak atau tempat menerima tamu-tamu biasa dalam upacara perkawinan. Rumah induk dibagi atas 3 ruangan, yaitu ruang muka, ruang tengah, dan ruang dalam. Ruang muka berfungsi sebagai serambi tempat duduk-duduk para penghuni rumah ketika menerima tamu; ruang tengah merupakan tempat menginap kerabat atau tamu-tamu yang lain, juga merupakan tempat tidur anak laki-laki; sedangkan ruang dalam merupakan tempat tidur keluarga pemilik rumah, termasuk tempat tidur para gadis.
Penanggah terdiri atas 2 ruangan, yaitu Telo dan Penanggah. Telo merupakan ruangan penghubung antara rumah induk dan penanggah, sedangkan penanggah sendiri merupakan ruangan tempat memasak. Di dalam Telo disimpan peralatan pertanian dan cadangan air.
Suatu bangunan yang disebut ‘selaso jatuh kembar’ merupakan tempat tinggal para datuk, pemangku adat, atau tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Rumah ini terdiri dari beberapa ruangan, seperti ruangan besar yang dipergunakan sebagai tempat tidur, ruang bersila, anjungan dan dapur. Tiang rumah, atap, loteng, tangga dan lantainya semua berukir dengan ragam hias ayam berlaga. Rumah adat ini dilengkapi dengan balai adat untuk tempat pertemuan dan mengadakan musyawarah adat.



9. Rumah Adat DKI Jakarta
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110418161641.jpg

     

      Rumah Kebaya merupakan rumah adat betawi dengan bentuk atap perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai, terutama pada bagian teras. Bangunannya ada yang berbentuk rumah paggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai yang ditinggikan. Masyarakat betawi lama memiliki adat untuk membuat sumur di halaman depan rumah dan mengebumikan keluarga yang meninggal di halaman samping kanan rumah. Lisplank rumah kebaya berupa papan yang diukir dengan ornamen  segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’. Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah.
Dinding bagian depan biasanya dibuat dari panil-panil yang dapat dilepas saat pemilik rumah menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas. Tiang-tiang rumah lebih tampak jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman. Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah.
Ruang-ruang terbagi dengan hirarki dari sifat publik di bagian depan menuju sifat privat dan service di bagian belakang. Beranda depan adalah tempat untuk menerima tamu dan bersantai bagi keluarga yang diberi nama ‘amben’. Lantai teras depan yang bernama ‘gejogan’ selalu dibersihkan dan siap digunakan untuk menerima dan menghormati tamu.
Gejogan dihubungkan tangga yang disakralkan oleh masyarakat betawi dengan nama ’balaksuji’, sebagai satu-satunya lokasi penting untuk mencapai rumah. Ruang berikutnya adalah kamar tamu yang dinamakan ‘paseban’. Setelah ruang tamu terdapat ruang keluarga yang berhubungan dengan dinding-dinding kamar, ruang ini dinamakan ‘pangkeng’. Selanjutnya ruang-ruang berfungsi sebagai kamar-kamar tidur dan terakhir adalah dapur yang diberi nama ‘srondoyan’.



10. Rumah adat Banten
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110418140133.jpg



        Rumah adat Banten adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.
11. Rumah adat Jawa Barat
Description: kasepuhan2
       Gambar : Kesepuhan
Rumah adat yang terdapat di Provinsi Jawa Barat sangatlah beragam. Hal tersebut terlihat dari atapnya yang beragam dimana dalam bahasa sunda disebut 'suhunan' atau 'hateup'. Hal tersebut disebabkan karena setiap bentuk atap memiliki arti yang berbeda-beda. Tapi pada intinya, semua penanaman ini dibuat untuk menghormati alam dan sekitarnya.
Uniknya rumah adat sunda ini sangat tradisional dengan memanfaatkan hasil dari alam sekitar. Seperti atap yang menggunakan daun kelapa, ijuk, atau daun rumia. Untuk menguatkan antar tiang digunakan paseuk yang terbuat dari bambu.


Jenis-jenis rumah adat di Jawa barat antara lain:
·         Jolopong: Bentuk atapnya memanjang seperti pelana. Orang zaman dalu sering menyebutnya gagajahan atau regol.
·         Tagog Anjing: Biasanya disebut juga atap rumah jogog. Bentuknya seperti seekor anjing yang sedang dalam posisi duduk. Bagian depan dari atap ini seperti mulut anjing, menjulur menutupi bagian teras rumah sehingga meneduhi bagian depan dari bangunan tersebut.
·         Badak Heuay: Biasanya bentuk atap kurang lebih mirip dengan atap togog, namun di bagian atas atapnya ada tambahan atap depan dan belakang, sehingga mirip dengan seekor badak yang sedang menguap.
·         Perahu Kemureb (Nangkub): Sebagian orang ada yang menyebutnya 'suhuna jubleg nangkub'. Bentuknya seperti perahu yang terbalik, dalam bahasa sunda disebut nangkub.
·         Capit Gunting: Atap jenis ini di setiap bagian ujung ditambahkan ornamen kayu mirip gunting yang siap menggunting dengan mencapit. Oleh karena itu pula sebagian orang menyebutnya 'srigunting'.
·         Buka Palayu: Susunan atapnya hampir mirip dengan rumah adat Betawi. Rumah jenis ini biasanya dilengkapi dengan teras yang panjang di bagian depannya.
·         Buka Pongpok: Bentuknya hampir mirip dengan atap buka palayu. Perbedaanya terletak pada bagian pintunya yang diarahkan langsung ke bagian jalan.
·         Julang Ngapak: Bentuknya mirip dengan seekor burung yang sedang terbang ke langit. Jika dilihat dari depan, atap bagian kiri dan kanannya mirip dengan sayang burung yang sedang terlentang. Di bagian paling atas di empat penjuru bersambung antara satu dengan yang lainnya dari pinggir lalu turun ke bawah. Di bagian tengahnya ada sambungan menggunakan tambahan mirip gunting yang membuka di bagian puncaknya.



12. Rumah Adat Jawa Tengah
        Dalam segi arsitektur Provinsi Jawa Tengah memiliki 2 kelompok bangunan yaitu antara yang tradisional dan modern. Arsitektur tradisonal terwujud dalam seni bangunan Jawa asli yang hingga kini masih tetap hidup dan berkembang. Ilmu yang memperlajari seni bangunan oleh masyarakat disebut Ilmu Kalang sedang yang mempelajarinya disebut Wong Kalang. Dalam arsitektur tradisional terdapat 5 macam bangunan pokok yaitu:

1.  
   Panggagpe: yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
2.    Kampung: yaitu bangunan dengan atap dua belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
3.    Limasan: yaitu bangunan dengan atap empat belah sisi, sebuah bubungan ditengahnya.
4.    Joglo atau Tikelan: yaitu bangunan dengan saka guru dan atap empat belah sisi, sebuah
     bubungan di tengahnya.
5.    Tajug: yaitu bangunan dengan saka guru atap empat belah sisi, tanpa bubungan dan
  meruncing.
Yang dimaksud dengan arsitektur modern, yaitu seni bangunan yang mempunyai corak campuran antara seni bangunan asli dengan pengaruh seni bangunan luar atau campuran antara luar dengan luar atau asli luar. Paduan unsur seni bangunan campuran terlihat pada konstruksi  maupun pada bentuk atapnya.
Dari bagian-bagian yang mudah ini, misalnya pada atap, orang dapat mengenalnya dengan mudah, bangunan itu mempunyai unsur seni perpaduan. Jenis bangunan yang termasuk arsitektur modern ini dapat berfungsi sebagai tempat tinggal, rumah ibadat, gedung sekolah, gedung pertemuan, rumah makan dan lain sebagainya.



13. Rumah Adat Jawa Timur
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110418142725.jpg



        Rumah adat Jawa Timur umumnya mengambil bentuk Joglo. Ada juga yang berbentuk limasan (dara gepak) dan bentuk srontongan (empyak setangkep). Khusus untuk rumah berbentuk joglo, kota-kota dibagian barat Jawa Timur memiliki kemiripan dengan kota-kota di Jawa Tengah terutama Surakarta dan Yogyakarta yang disebut sebagai kota pusat peradaban Jawa.
Arsitektur Joglo terbilang unik, dengan ciri khas berupa perpaduan dua bidang atap segitiga dengan dua buah bidang atap trapesium. Masing-masing memiliki sudut kemiringan yang berbeda dan tidak sama besar. Atap Joglo selalu terletak di tengah-tengah dan lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi. Dari bentuk atap yang unik inilah bangunannya kemudian dikenal dengan nama rumah Joglo.
14. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
          Daerah Yogyakarta mempunyai beberapa bentuk bangunan yang disesuaikan dengan fungsinya, antara lain rumah tempat tinggal, rumah tempat ibadah, rumah tempat musyawarah dan rumah tempat penyimpanan. Seni bangunan tradisional DIY sudah mengalami perkembangan bentuk. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya kebutuhan hidup yang lebih luas serta kebutuhan tempat yang luas pula, sejalan dengan perkembangan kebudayaan.
Rumah yang difungsikan sebagai tempat tinggal sering disebut dengan Omah. Omah mempunyai arti penting dalam kehidupan orang Jawa, seperti yang termaktub dalam 3 ungkapan kata yaitu: sandhang, pangan, dan papan (artinya: pakaian, makan dan tempat tinggal). Dalam kehidupan berkeluarga orang berkewajiban untuk emenuhi kebutuhan sandhang yang wajar sesuai dengan keduduknnya, dapat memberi pangan yang layak dan memenuhi syarat kesehatan, serta papan yang merupakan patokan tentram tidaknya sebuah keluarga.
Jenis bangunan tempat tinggal dibedakan dikelanl dalam 4 macam bentuk yang dibedakan berdasarkan bentuk atapnya, yaitu penggangpe yang mempunyai atap satu sisi: kampong, yang mempunyai atap dua sisi, Limasan, yang mempunyai atap empat sisi, dan joglo, bangunan yang mempunyai atap empat sisi seperti limasan hanya bubungannya yang lebih tinggi. Bentuk rumah tersebut membedakan status soial dalam masyarakat, misalnya rumah limas an dan joglo kebanyakan dimiliki oleh golongan lapisan atas atau priayi serta keturunan bangsawan. Sedangkan rumah kampong merupakan bangunan tempat tinggal yang banyak dimiliki oleh golongan rakyat biasa atau wong cilik. Bangunan tradisonal Jawa kebanyakan menggunakan bahan baku bambu dan kayu. Untuk semakin memperindah pada bangunan di bagian-bagian tertentu diberi hiasan. Ragam hias yang berkembang di daerah ini kebanyakan bercorak stilisasi dai flora, fauna, alam, agama dan keprcayaan, serta anyam-anyaman.

15. Rumah Adat Bali
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110418162344.jpg



        Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China) Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan.
Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana.
Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna.
Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.


16. Rumah Adat Nusa Tenggara Timur
Dalam seni bangunan yang mempunyai fungsi religius adalah rumah adat yang umumnya berupa rumah panggung dan berbentuk agak segi empat atau segi empat panjang, kecuali rumah asli Timor yang mempunyai bentuk bulat telur tanpa tiang. Di daerah ini bangunan dibedakan dalam 3 bentuk yang didasarkan pada model atapnya, yakni bentuk atap berjoglo yang merupakan rumah adat suku bangsa Sumba, bentuk atap atap kerucut bulat, merupakan rumah adat suku bangsa Timor dan bentuk atap seperti perahu terbalik, merupakan rumah adapt suku bangsa Rote. Dari bentuk atap yang berbeda, tetapi dalam rumah ini tetap terdapat suatu tempat suci untuk arwah nenek moyang yang selalu diberi sesaji pada sat-saat tertentu.
Masyarakat suku bangsa Sabu yang merupakan pelaut ulung membangu rumahnya menyerupai perahu yang erat hubungannya dengan kebudayaan serta kehidupan sehari-harinya. Misalnya atapnya berbentuk perahu terbalik menandakan, masyarakat daerah ini mengenal perahu dan lau sebagai alamnya. Hampir seluruh bagian rumah diberi
nama bagian-bagian perahu seperti haluan, anjungan (duru), dan burian (wui). Duru merupakan bagian yang diperuntukkan bagi kaum laki-laki, sedangkan Wui bagian yang diperuntukkan bagi kaum perempuan.
Di perkampungan suku bangsa Sabu, berdasarkan bentuk rumah adatnya dibedakan menjadi 2 yaitu antara ‘amu kelaga’ atau rumah adat yang berpanggung dan ‘ammu laburai’, rumah yang berdinding tanah. Ammu kelaga merupakan bentuk rumah Sabu asli yang mempunyai lantai panggung difungsikan sebagai balai-balai dan disebut sebagai ‘kelaga’. Bangunan ini mempunyai bentuk 4 persegi panjang dengan atap lancip mirip perahu terbalik. Tiangnya berbentuk bulat terbuat dari kayu pohon lontar, enau, kayu hitam atau kayu besi. Lantai
panggungnya bertingkat 3 , yakni kelaga rai, atau panggung tanah, kelaga ae atau panggung besar, kelega dammu atau panggung loteng yang mencerminkan kepercayaan orang Sabu adanya tingkatan dunia, yakni dunia bawah atau dunia arwah, dunian tengah atau dunia manusia dan dunia atas atau dunia para dewa.

17. Rumah Adat Nusa Tenggara Barat
       Orang Lombok mengenal beberapa jenis bangunan tradisional untuk tempat tinggal, seperti bale jajar, bale-bale, bale kodong, dan bale gunung rata. Dari sekian jenis bangunan tempat tersebut bale jajar-lah yang paling banyak dipergunakan, baik di kota maupun pedesaan.
       Bale jajar biasanya bertiang delapan atau dua belas dengan bubungan sepanjang dua meter pada bagian atas yang disebut semeko (Bantek), bungsu (Kuranji). Sedangkan dindingnya terbuat dari anyaman bambu yang di Desa bantek disebut dinding.
Sedangkan orang Sumbawa dan Bima kebanyakan bangunan tempat tinggalnya berbentuk rumah panggung yang disebut uma panggu. Sebuah rumah panggung dapat bertiang enam, sembilan maupun dua belas dengan tinggi kolong 1,5 meter dari tanah.
Rumah orang Bima dan Sumbawa terdiri atas beberapa bilik, yaitu bagian depan yang digunakan tempat menerima tamu. Jendela terdapat di bagian kiri dan kanan. Tempat masak dibuat dari tanah liat. Tanah tempat tungku disebut sarah.
18. Rumah Adat Kalimantan Barat

Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110418143925.jpg


        Rumah adat di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah di sebut rumah Betang, rumah tersebut biasanya digunakan atau dihuni oleh masyarakat Dayak.
         Rumah betang mempunyai ciri-ciri yaitu; bentuk Panggung, memanjang. pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah panjang bagian hulunya haruslah searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya kearah matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan hidup mulai dari matahari tumbuh dan pulang ke rumah di matahari padam. Di Kalimantan Barat mulai dari Kota Pontianak dapat kita jumpai rumah adat Dayak. Salah satunya berada di jalan Letjen Sutoyo. Walaupun hanya sebuah Imitasi, tetapi rumah Betang ini, cukup aktif dalam menampung aktivitas kaum muda dan sanggar seni Dayak. 
Kemudian jika kita ke arah kabupaten Landak, maka kita akan menjumpai sebuah rumah Betang Dayak di Kampung Sahapm Kec. Pahauman. Kemudian jika kita ke kabupaten Sanggau, maka kita dapat melihat Rumah Betang di kampung Kopar Kecamatan Parindu. Selanjutnya di kabupaten Sekadau, kita dapat menjumpai rumah betang di Kampung Sungai Antu Hulu, Kecamatan Belitang Hulu. Kemudian di kabupaten Sintang kita dapat melihat rumah Betang di Desa Ensaid panjang, Kecamatan Kelam, dan di Kapuas Hulu, kita juga bisa melihat banyak rumah-rumah betang Dayak yang masih lestari
19. Rumah Adat Kalimantan Selatan
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110428150649.jpg



       Rumah adat di Kalimantan Selatan ada beberapa macam, diantaranya ada rumah suku Banjar yang disebut Rumah Bubungan Tinggi dan rumah dari suku Dayak Bukit yang dikenal dengan sebutan Balai.
        Rumah Banjar: adalah rumah tradisional suku Banjar. Arsitektur tradisional ciri-cirinya antara lain memiliki perlambang, memiliki penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris.
        Rumah tradisonal Banjar adalah type-type rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri mulai sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Pada tahun 1871 pemerintah kota Banjarmasin mengeluarkan segel izin pembuatan Rumah Bubungan Tinggi di kampung Sungai Jingah yang merupakan rumah tertua yang pernah dikeluarkan segelnya. 
Umumnya rumah tradisional Banjar dibangun dengan ber-anjung (ba-anjung) yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama karena itu disebut Rumah Baanjung. Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa type Rumah Banjar yang tidak ber-anjung. Tipe rumah yang paling bernilai tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang biasanya dipakai untuk bangunan keraton (Dalam Sultan).
Jadi nilainya sama dengan rumah joglo di Jawa yang dipakai sebagai keraton. Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran dan kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi). Dalam suatu perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam jenis rumah Banjar yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam kampung tersebut rumah dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering.
Rumah Balai: Balai merupakan rumah adat untuk melaksanakan ritual pada religi suku mereka. Bentuk balai, "memusat" karena di tengah-tengah merupakan tempat altar atau panggung tempat meletakkan sesajen. Tiap balai dihuni oleh beberapa kepala keluarga, dengan posisi hunian mengelilingi altar upacara. Tiap keluarga memiliki dapur sendiri yang dinamakan umbun. Jadi bentuk balai ini, berbeda dengan rumah adat suku Dayak umumnya yang berbentuk panjang (Rumah Panjang).

20. Rumah Adat Kalimantan Timur
Description: lamin-house-dayak-east-borneo-traditional-house KALTIM
          Gambar : Rumah Lamin
Rumah lamin, rumah adat suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur, berbentuk panggung setinggi 3 meter dari tanah yang dihuni oleh 25-30 kepala keluarga. Ujung atap rumah diberi hiasan kepala naga, simbol keagungan, budi luhur dan kepahlawanan. Halaman rumah diisi oleh patung-patung blontang yang menggambarkan dewa-dewa sebagai penjaga rumah atau kampung.
Rumah lamin merupakan rumah tradisional berbagai suku bangsa yang berddiam di Kalimantan Timur, misalnya suku bangsa Dayak Tunjung, Bahau, Benuak dan lain-lain. Di bagian daerah yang lain juga terdapat rumah-rumah tradisional dengan bentuk yang hampir sama, misalnya rumah betang yang merupakan rumah suku bangsa Dayak Ngaju dan Ot Danum di Kalimantan Tengah.
Lamin merupakan rumah panjang berbentuk panggung yang biasanya didirikan di tepi-tepi sungai. Tinggi rumah tersebut sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah dengan panjang sekitar 25-50 meter serta lebar 8-10 meter.

21. Kalimantan Tengah
Description: rumah_betang_tumbang_gagu-300x200 KALTENG
        Gambar : Rumah Betang
Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, termasuk Kalimantan Tengah, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak biasanya berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil ladang, kebun maupun ternak).
Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini saya perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan.
Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.
Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.

22. Rumah Adat Sulawesi Selatan
Description: http://image.tamanmini.com/images/budaya/tamanmini20110418150429.jpg



        Rumah adat yang terdapat di Sulawesi Selatan terdiri dari beberapa jenis, diantaranya adalah Tongkonan (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone) dan Balla Lompoa (Makassar Gowa).
        Tongkonan: Konon kata tongkonan berasal dari tongkon, yang berarti duduk. Dahulu rumah ini merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki oleh perseorangan melainkan turun temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.

         Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi. Antara lain sebagai pusat budaya, pusat pembinaan keluarga serta pembinaan peraturan keluarga dan kegotong royongan, pusat dinamisator, motivator, dan stabilator sosial.
Tongkonan mempunyai fungsi sosial dan budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Dikenal beberapa jenis, antara lain tongkonan layuk atau tongkonan pesio'aluk, yaitu tempat menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
Ada juga tongkonan pekaindoran, pekamberan, atau kaparengngesan, yaitu tongkonan yang berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari tongkonan pesio'aluk. Sementara itu, batu a'riri berfungsi sebagai tongkonan penunjang. Tongkonan ini mengatur dan berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan.
Bola Soba: Bola Soba atau Soraja (Rumah Raja Bugis) adalah rumah tinggal Panglima Perang Kerajaan Bone di masa pemerintahan Raja Bone XXXII tahun 1895-1905, yaitu "Andi Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta Ponggawae" salah seorang putra Raja Bone XXXI (Lapawawoi Karaeng Sigeri).
Namun setelah kerajaan Bone di bawah kekuasaan Belanda, rumah ini dijadikan sebagai penginapan para tetamu dari kalangan penguasa ketika itu, sehingga seterusnya menjadi lazim dengan sebutan “Bola Soba”. Lokasi Bola Soba terletak di pusat kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Keberadaan rumah panggung ini juga menunjukkan, di masa lalu masyarakat Bone telah menguasai pengetahuan teknik arsitektur dan sipil yang cukup tinggi.
Balla Lompoa: Balla Lompoa adalah salah satu sisa-sisa dari Istana Kerajaan Gowa yang sekarang berfungsi sebagai museum. Di dalamnya terdapat berbagai harta pusaka peninggalan Kerajaan Gowa pada zaman keemasannya.
Balla Lompoa terletak di Sungguminasa, Gowa. Jarak lokasi ini sekitar 15 kilometer sebelah selatan pusat Kota Makassar. Bangunan ini berbentuk rumah panggung dengan warna coklat tua dan terbuat dari kayu ulin atau kayu besi.  Balla Lompoa adalah istana asli Kerajaan Gowa. Balla Lompoa dalam bahasa Makassar rumah besar atau rumah kebesaran. Fungsi Balla Lompoa adalah museum yang menyimpan simbol-simbol kerajaan, seperti mahkota, senjata, payung raja, pakaian, bendera kebesaran, serta barang-barang lainnya termasuk sejumlah naskah lontara.
23.Sulawesi Tenggara
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRxCcb-LA1poJWv-lb6bl0fhyDWSYE2mV549rij7L-ylVG4MOnOaERysxi5OT7WyRMqoXdMgd38hzCGfvtAQkC5UKNoFPY_sBDRDMoB7FAsevJ9tfMUPAkjcZ-RROoHlJOWDnNwdLxfunv/s1600/rumah-adat-sulawesi-tengara.jpg

                                    Gambar : Rumah Laikas
Seni bangunan tradisional yang berkembang di daerah Sulawesi tenggara pada umumnya adalah segi empat memanjang dan berbentuk panggung (pile dwelling) yang agak tertutup. Jumalah anak tangga setiap rumah memiliki perbedaan tergantung tingkat kedudukan pemiliknya.
Pembagian ruangan biasanya terdiri atas ruangan untuk menerima tamu pada bagian muka, ruang tempat  menerima tamu bagian dalam, ruang pertemuan adat, kamar tidur dan dapur. Pada bagian kolong  bangunan rumah biasanya difungsikan oleh masyarakat sebagai kandang ternak ayam atau babi. Rumah adat tradisional biasanya terbuat dari bahan balok-balok kayu sebagai tiang dan badan rumah menggunakan papan. Sedangkan bagian atap biasanya menggunakan daun rumbai, alang-alang dan nipah.
24. Rumah adat sulawesi tengah
        Rumah tinggal penduduk Sulawesi Tengah disebut 'tambi', yang merupakan tempat tinggal untuk segala lapisan masyarakat. Yang membedakan rumah sebagai tempat tinggal kalangan bangawan dengan rakyat biasa terletak pada bubungan rumah para bangsawan dipasang simbol kepala kerbau, sedangkan rumah rakyat biasa tidak dipasang simbol tersebut

       Rumah tambi merupakan rumah di atas tiang yang terbuat dari kayu bonati. Bentuk rumah ini segi empat dan bentuk atapnya piramida yang terbuat dari daun rumbia atau ijuk. Ukurannya tergantung dari kemampuan masing-masing pemiliknya.
Pada bangunan-bangunan tradisional dihias dengan berbagai bentuk ragam hias yang menggunakan motif-motif tertentu, terutama motif fauna dan flora. Ragam hias dengan motif fauna terdiri dari 'pebaula' (berbentuk kepala dan tanduk kerbau) dan 'bati' (ukiran kepala kerbau, ayam, atau babi). Ragam hias ini tidak diukir seperti benda-benda ukiran biasa, tetapi hanya dipahat sampai halus dan rapi. Ukiran kerbau merupakan simbol kekayaan, kesuburan dan kesejahteraan pemilik rumah.
Sedangkan ragam hias dengan motif flora (pompeninie) merupakan sobekan-sobekan kain yang dibuat dari kulit kayu. Kain yang berwarna-warni tersebut diikat dengan rotan, sehingga terangkai menjadi suatu bentuk ragam hias, yang maksudnya agar penghuni rumah terhindar dari segala gangguan roh-roh jahat. Umumnya bentuk bunga yang sering dibuat sebagai ragam hias rumah. Warna ragam hias ini bermacam-macam, biasanya berwarna merah, putih, kuning, hitam, biru atau hijau.
25. Rumah Adat Sulawesi Barat
       Provinsi Sulawesi Barat memiliki beberapa jenis rumah adat, diantaranya adalah rumah adat Mamuju dan rumah adat Mamasa. Kedua rumah adat tersebut diketahui memiliki arti atau makna tersendiri dalam setiap bentuk fisik atau ciri khas arsitekturnya.
        Rumah Adat Mamuju adalah kesatuan bangunan yang merupakan kesatuan nilai terpisahkan dengan bangunan lain. Bangunan-bangunan ini terdiri atas: 1 bangunan rumah utama (Salassa), 1 bangunan barada raja, 1 bangunan rumah pengawai, 1 bangunan pandai besi dan emas, 1 lumbung pangan, 1 bangunan kandang kuda dan rusa serta 2 tempat duduk penjaga. Bangunan ini berada di tengah kota Mamuju, ibukota Sulawesi Barat.
Rumah adat Mamasa terdiri dari 4 tingkatan berdasarkan strata dalam masyarakat yang berbeda corak, ukuran dan bentuknya. Banua Sura untuk kalangan bangsawan (berukiran), Banua Bolong untuk kalangan hartawan dan pemberani (bercorak hitam), banua Rapa untuk kalangan masyarakat biasa (tanpa cat dan ukiran) dan Banua Longkarrin/Lettong untuk strata paling bawah. Gambaran rumah tersebut terdapat di Tondok Sirenden Kecamatan Tawalian.



26. Rumah Adat Minangkabau








       Gambar : Rumah Gadang
Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung.
Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun demikian tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.
Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing yang menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang. Dari bagian dari depan Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang. Sedangkan bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh goncangan, dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat.

27. Rumah Adat Mentawai

       Uma: Uma adalah nama untuk rumah tradisional suku Mentawai yang merupakan rumah adat dan banyak di jumpai di kabupaten Kepulauan Mentawai, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.
    28. Rumah Adat Papua
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3f2JKywPLhCoUF67uBg2kKSCvrjcKkRZzCU7xyBIxsMKn4-7LFW9-gxruPUe_kRXQJNa0HjN35poQMqROmy36KOUIkODjIaXPf5WYS8yrWQtrPy4QCrUs9L6mLR0uJfhq59h7PBjI2JhG/s320/honai.jpg
       Honai Rumah adat daerah Papua, suku Dani adalah Honai, Rumah tersebut terdiri dari dua lantai terdiri dua lantai, lantai pertama sebagai tempaat tidur dan lantai dua untuk tempat bersantai, dan tempat makan. Hunai berbentuk jamur dengan ketinggian sekitar 4 meter.

      Gambar : Rumah Honai
    29. Rumah Adat Sulawesi Utara
Description: SULUT
 Gambar : Boolang Mongondow
Rumah adat Sulawesi Utara ialah Rumah Pewaris, Rumah ini mempunyei ruang tamu, ruang keluarga dan kamar-kamar. Di kanan-kiri rumah terdapat tangga, tangga sebelah kanan untuk memasuki rumah. sedang untuk keluar rumah menuruni tangga yang sebelah kiri.
30. Rumah Adat Maluku Utara
Description: rumah-adat-maluku
          Baileo Rumah adat Maluku, termasuk Maluku Utara dinamakan Bailo, dipakai untuk pertemuan, musyawarah dan upacara yang di sebut seniri negeri. Rumah tersebut merupakan panggung. Atapnya besar dan tinggi terbuat dari daun rumbia, sedang dindingnya dari tangkai rumbia, yang di sebut gaba-gaba.
   31. Rumah Adat Bengkulu
        Dalam bahasa melayu Bengkulu, rumah tempat tinggal dinamakan juga “Rumah”. Rumah tradisional Bengkulu termasuk tipe rumah panggung. Rumah panggung ini dirancang untuk melindungi penghuninya dari banjir. Disamping itu kolong rumah panggung juga dapat dipergunakan untuk menyimpan gerobak, hasil panen, alat-alat pertanian, kayu api, dan juga berfungsi sebagai kandang hewan ternak.

    32. Rumah Adat Gorontalo
        Rumah adat orang Gorontalo ada ternyata ada 2 macam. Yang pertama Bandayo Poboide . Rumah ini terletak tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Yang kedua, adalah rumah adat yang disebut Dulohupa . Rumah adat Dulohupa ini letaknya di Kelurahan Limba U2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
Dulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga.  
Rumah adat Dulohupa ini, biasanya terdapat di sebuah bidang tanah yang luasnya kurang lebih lima ratus meter. Dan halamannya dilengkapi taman bunga, bangunan tempat penjualan sovenir, dan sebuah bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama Talanggeda.
Bagian dalamnya digunakan untuk memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).

   33. Rumah Adat Maluku Utara
Daerah Halmahera Barat,Maluku Utara, dari Jailolo menuju kota mana saja, bisa dipastikan anda akan melewati beberapa bangunan tradisional yang cukup menarik perhatian. Bangunan itu seperti rumah berbumbung jerami, dan beberapa kayu jadi fondasinya. Ketua adat desa menyambut kedatangan kami dengan ramah. Beliau pun bercerita banyak tentang bangunan tersebut.
Mereka memanggilnya "Rumah Adat Sasadu". Yaitu tempat yang digunakan untuk upacara acara-acara adat dan acara lain yang dianggap penting ataupun sakral. Pada umumnya, Rumah Adat akan digunakan sebelum memulakan suatu musim cocok tanam, dan juga setelah memetik hasil panen. Diluar dari dua rutinitas tahunan itu, Rumah Adat juga digunakan bila salah satu orang suku mereka merayakan pernikahan.
Adapun cara mereka merayakan adalah dengan makan besar-besaran dan juga diiringi tari-tarian tradisional. 'Pesta' ini diadakan selama minimal satu hari satu malam, hingga tujuh hari tujuh malam, bergantung kepada hasil penentuan para tetua adat. Makanan yang dihidangkan berasal dari setiap keluarga yang ada di desa tersebut.
Tarian tradisional yang umum dilakukan adalah Tari Legu Salai dan Tari Sara Dabi-Dabi. Tari Sara Dabi-dabi adalah tarian untuk menyambut kedatangan Sultan atau orang-orang yang tertinggi atau dihormati, seperti bupati atau pejabat daerah. Sedangkan Tari Legu Salai digunakan ditengah acara, ketika acara makan sudah dimulai.


1.      Igloo atau iglo 
        Igloo adalah rumah atau tempat tinggal sementara, berbentuk kubah dan dibangun dari balok-balok salju. Walaupun igloo identik dengan tempat tinggal orang Inuit, igloo banyak dibangun orang Kanada yang tinggal di Arktik Tengah dan wilayah Thule di Greenland. Salju juga digunakan sebagian orang Inuit untuk melapisi rumah yang dibangun dari tulang ikan paus dan kulit hewan. Salju cocok digunakan sebagai insulator (bahan penyekat) dari cuaca dingin. Suhu ruangan di dalam igloo jauh lebih hangat, dan memungkinkan manusia untuk hidup walaupun suhu di luar bisa mencapai -46 °C. Bahkan dinding-dinding igloo yang sepenuhnya dibuat dari salju, lebih sanggup bertahan menghadapi artileri modern daripada barikade tembok. Karena dinding igloo dapat menyerap ledakan artileri, hampir tidak terlihat dari angkasa, dan tak dapat ditemukan oleh sensor infra merah yang membimbing peluru kendali.
2.      Rondavel
          Sebuah rumah yang bergaya tradisional Afrika. rumah tradisional khas afrika ini biasanya berbentuk bulat. Dindingnya terbuat dari batu, sedangkan atap itu sendiri terbuat dari rumbia yang dijahit dengan kawat gigi kayu dengan tali terbuat dari rumput.



3.      Korowai Tree House
        Rumah tradisional ini terletak di tenggara Papua (yaitu, bagian tenggara bagian barat New Guinea). Sampai tahun 1970-an, mereka tidak mengetahui keberadaan setiap orang selain diri mereka sendiri dan beberapa desa tetangga.


4.      Toda Hut

        Gubuk aneh dari Suku Toda dari Nilgiris, India. Orang-orang Toda adalah komunitas pastoral kecil yang tinggal di dataran tinggi terisolasi Nilgiri India Selatan.

5.      Trulli House

     Rumah Trulli, dibedakan oleh atap toko kerucut, yang tradisional dalam wilayah tenggara Apulia, Italia.




6.      Palloza
       Palloza adalah rumah jerami tradisional seperti yang ditemukan di di Galicia, Spanyol.Rumah ini berbentuk lingkaran atau oval. Rumah-rumah ini dibangun untuk menahan cuaca musim dingin. Struktur utama adalah batu, dan dibagi secara internal ke daerah-daerah terpisah untuk keluarga dan ternak mereka, dengan pintu masuk terpisah. Atap kerucut, terbuat dari jerami gandum pada bingkai kayu. Tidak ada cerobong asap, asap dari api dapur merembes keluar melalui lalang.

7.      Farmhouse
                               Gambar : Rumah ini terletak di Keldur, Islandia.


8.      Crannog
          Crannog adalah sebuah rumah buatan, biasanya awalnya dibangun di danau, sungai dan perairan muara. Nama itu sendiri dapat merujuk pada platform kayu didirikan di lantai dangkal.

9.      Mardin Stone House
       Rumah ini terletak di Mardin, sebuah kota di Turk bagian tenggara. Hal ini umumnya diakui untuk gaya arsitektur Arab-nya, dan juga memiliki posisi strategis di sebuah gunung batu yang menjorok ke dataran utara Suriah.


10.   Log House Cabin

      Rumah pondok kayu adalah salah satu desain rumah pertama dari Amerika (USA).






11.   Reed House and Boat
       Orang-orang Uru yang tinggal di sekitar Danau Titicaca, Peru (danau dilayari tertinggi di dunia) membangun perahu mereka dan rumah dari alang-alang. Cluster rumah berdiri di atas rakit mengambang, yang juga terbuat dari alang-alang.


12.   Celtic Hut

       Wales, Inggris kuno Celtic gubuk, dibangun kembali dalam gaya asli.

1 komentar: